Sabtu, 20 Juni 2015

Tugas Akhir Mata Kuliah Sosiologi Hukum



KONSTRUKSI PERATURAN KOS-KOSAN DI JALAN SUMBERSARI RT. 01 DAN RT. 03 RW. 01 MALANG DALAM KAJIAN TEORI FRIEDRICH KARL VON SAVIGNY
(Hukum tumbuh dan berkembang bersama masyarakat)


PENELITIAN

Dosen Pengampu:
Musataklima, M.H


Oleh:
Muh. Sirojul Munir     (13220206)




 









JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015





Kost atau indekost adalah sebuah jasa yang menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per bulan). Kos-kosan merupakan tempat yang disediakan untuk memfasilitasi wanita maupun pria, dari pelajar, mahasiswa, dan pekerja umumnya untuk tinggal, dan dengan proses pembayaran per bulan, atau sesuai pemilik (ada yang per beberapa bulan, per tahun).
Seiring berjalannya waktu dan berubahnya zaman, sekarang khalayak umum di Indonesia menyebut istilah "in de kost" dengan menyingkatnya menjadi "kost" saja. Dimana-mana, terutama di berbagai daerah di Indonesia, sentra pendidikan tumbuh berjamuran, terutama akademi dan universitas swasta. Hal ini diikuti dengan bertambahnya jumlah rumah-rumah atau bangunan khusus yang menawarkan jasa "kost" bagi para pelajar/mahasiswa yang membutuhkannya. Jasa ini tidaklah gratis, yaitu dengan melibatkan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode, yang biasanya dihitung per bulan atau per minggu. Hal ini berbeda dengan kontrak rumah, karena umumnya "kost" hanya menawarkan sebuah kamar untuk ditinggali. Setelah melakukan transaksi pembayaran barulah seseorang dapat menumpang hidup di tempat yang dia inginkan.
Sebagai tempat yang menjadi rumah sewa bagi mahasiswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, maka hal tersebut membutuhkan aturan khusus. Sehingga menimbulkan keteraturan dan ketenteraman bagi semua pihak. Pada umumnya, peraturan yang teraplikasikan dalam kos-kosan adalah aturan yang terintervensi dengan beberapa aturan yang telah ada dalam masyarakat dimana kos-kosan tersebut berada. Oleh karena itu, aturan satu kosan dengan kosan yang lainnya akan berbeda, melihat budaya  masyarakat yang berkembang di tempat kosan tersebut.
Sebagai sebuah komunitas yang hidup berdampingan, maka hukum yang berlaku juga ikut berdampingan, dalam arti saling melengkapi dan mempengaruhi. Karena hukum dan masyarakat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana sebuah adigium mengatakan “ubi society ibi ius” dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Dalam tulisan ini akan dijelaskan dan diuraikan bagaimana aturan yang berlaku dalam kos-kosan sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat dimana kosan tersebut berada. Begitu juga masyarakat yang terpengaruh dengan adanya aturan-aturan yang teraplikasikan dalam kosan tersebut. Jadi, terjadi timbal balik antara hukum dan masyarakat.

Berdasarakan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan dijadikan sebagai landasan dalam pembahasan penelitian ini yaitu:
1.        Bagaimana Hubungan Timbal Balik Antara Masyarakat dan Hukum Menurut Teori Friedrich Karl Von Savigny?
2.        Bagaimana Hukum itu tumbuh dan berkembang bersama masyarakat dalam lingkup kos-kosan di jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang?
1.        Untuk mengetahui Hubungan Timbal Balik Antara Masyarakat dan Hukum Menurut Teori Friedrich Karl Von Savigny.
2.        Untuk mengetahui bagaimana Hukum itu tumbuh dan berkembang bersama masyarakat dalam lingkup kos-kosan di jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang.



A.    Hukum dan Interaksi Sosial
Hubungan-hubungan yang terjadi di dalam struktur sosial, yakni hubungan antara orang dengan orang, orang dengan kelompok masyarakat, kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat, dapat disebut sebagai interaksi sosial. Interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan tersebut. Interaksi sosial terjadi jika masing-masing yang berinteraksi sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan.[1]
B.     Hukum dan Kebudayaan
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Apabila dilihat hubungannya dengan hukum itu sendiri keduanya memiliki kaitan yang cukup erat, sangat terkait dan saling melengkapi satu sama lain. Budaya merupakan kebiasaan yang menjadi aturan dan tradisi dalam suatu masyarakat, hingga akhirnya tradisi atau budaya tersebut diberlakukan sebagai hukum adat.
Menurut Ariojono Sujono, kebudayaan adalah keseluruhan hasil daya budi cipta, karya dan karsa manusia yang dipergunakan untuk memahami lingkungan, serta pengalamannya agar menjadi pedoman bagi tingkah lakunya, sesuai dengan unsur-unsur universal didalamnya.[2]
Hukum adat tersebut esensinya merupakan suatu refleksi dari apa yang masyarakat yakni sebagai pandangan hidup yang sesuai dengan perasaan keadilan dan kepatutan. Melalui tradisi keaslian hukum adat dapat dipertahankan, dimana dengan bentuknya yang semacam itu hubungan antara masa lalu, masa kekinian, dan masa depan dari masyarakat dapat dijaga.[3] Hukum yang baik dan dapat berlaku efektif adalah hukum yang mencerminkan nilai budaya masyarakat, mencerminkan rasa keadilan masyarakat, tempat hukum itu berlaku.
C.    Teori Friedrich Karl Von Savigny
Friedrich Karl von Savigny menyatakan bahwa hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Dalam artian, hukum tidak dengan sengaja disusun oleh pembentuk hukum. Hukum ditemukan, tidak dibuat. Hukum tumbuh karena adanya proses dan proses itu tidak disadari dan organis, sehingga perundang-undangan dianggap kurang penting bila dibandingkan dengan adat kebiasaan.[4]
Berdasarkan inti teori Von Savigny : “semua hukum pada mulanya dibentuk dengan cara seperti yang dikatakan orang, hukum adat, dengan bahasa yang biasa tetapi tidak terlalu tepat, dibentuk yakni bahwa hukum itu mulai-mula dikembangkan oleh adat kebiasaan dan kepercayaan yang umum”. Von Savigny menekankan bahwa setiap masyarakat mengembangkan hukum kebiasaanya sendiri, karena mempunyai bahasa, adat istiadat (termasuk kepercayaan) dan konstitusi yang khas.
Menurutnya, hukum bukan merupakan konsep dalam masyarakat karena hukum tumbuh secara alamiah dalam pergaulan masyarakat yang mana hukum selalu berubah seiring perubahan sosial.
Pokok-pokok ajaran mazhab historis yang diuraikan Savigny dan beberapa pengikutnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Hukum yang ditemukan tidak dibuat. Pertumbuhan hukum pada dasarnya adalah proses yang tidak disadari dan organis; oleh karena itu perundang-undangan adalah kurang penting dibandingkan dengan adat kebiasaan; Maka dalam kata lain, Hukum tidak dibuat, tetapi ia tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
b.      Karena hukum berkembang dari hubungan-hubungan hukum yang mudah dipahami dalam masyarakat primitif ke hukum yang lebih kompleks dalam peradaban modern kesadaran umum tidak dapat lebih lama lagi menonjolkan dirinya secara langsung, tetapi disajikan oleh para ahli hukum yang merumuskan prinsip-prinsip hukum secara teknis.[5]
Penelitian ini dilakukan di Jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang.
Jenis penelitian yang dipakai dalam penyusunan riset ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung objek penelitian, guna memperoleh data yang berhubungan dengan kebiasaan dan kebudayaan masyarakat yang mempengaruhi terbentuknya peraturan kos-kosan di Jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang.
1.      Observasi
Sebagai metode ilmiah observasi yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti. Penyusun menggunakan observasi langsung ke daerah objek penelitian. Di sini penyusun mengamati fakta yang ada di lapangan, khususnya yang berhubungan dengan kebiasaan dan kebudayaan masyarakat yang mempengaruhi terbentuknya peraturan kos-kosan di Jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang.
2.      Interview
Interview adalah metode pengumpulan data atau informasi dengan cara tanya jawab sepihak, dikerjakan secara sistemik dan berdasarkan pada tujuan penyelidikan. Untuk mendapatkan data penyusun melakukan wawancara dengan pihak terkait yaitu Pemilik kos-kosan dan Pengguna Jasa kos-kosan (Anak kos).
3.      Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data-data dan bahan-bahan berupa dokumen. Data-data tersebut dapat berupa foto kejadian, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian.



Riset dilakukan di jalan Sumbersari RT. 01 dan RT.03 RW 01, yaitu mengenai terkonstruksinya aturan-aturan di kos-kosan yang notabene dipengaruhi oleh budaya masyarakat sekitar. Sebagaimana telah kami sebutkan diatas bahwa kos-kosan menjadi tempat komunitas tersendiri yang menuntut adanya aturan main, sehingga menimbulkan  keteraturan dan ketenteraman bagi semua pihak.
Dalam menggali informasi tersebut, saya telah mewawancarai beberapa responden yang menjadi pelaku dalam dunia kos-kosan, yaitu:
1.        Ibu Sulikah, umur 67 tahun, ibu rumah tangga, (pemilik kosan putri di RT. 01 RW. 01 Sumbersari).
2.        Bapak Mukarrom, umur 48 tahun, wiraswasta, (pemilik kosan putra di RT 03. RW. 01 Sumbersari).
3.        Nia Sholiha, umur 19 tahun, Mahasiswi UIN Maliki Malang Fakultas Sains dan Teknologi jurusan Matematika (Anak kos putri di RT. 01 RW. 01 Sumbersari).
4.        Fajar Sholeh, umur 22 tahun, Mahasiswa UIN Maliki Malang Fakultas Ekonomi Jurusan Perbankan Syariah (Anak kos putra di RT. 03 RW. 01 Sumbersari).
Dari responden tersebut, informasi terkait dengan aturan yang teraplikasikan dalam kos-kosan di Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW 01, telah didapat dengan objektif melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan dengan cara interview langsung kepada para reponden diatas. Adapun pertanyaan-pertanyaannya sebagai berikut:
1.        Siapa Nama Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari?
2.        Berapa usia Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari?
3.        Apa profesi Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari?
4.        Berapa lama Bapak/ Ibu membuka kos-kosan di Sumbersari RT. 01/03?
5.        Berapa lama Saudara/ Saudari ngekos di kos-kosan di Sumbersari RT. 01/03?
6.        Aturan apakah yang Bapak/ Ibu terapkan di kos-kosan?
7.        Mengapa Bapak/ Ibu menerapkan aturan tersebut?
8.        Apakah ada sanksi kongkrit bagi yang melanggar aturan yang telah diterapkan tersebut?
9.        Bagaimana perasaan saudara/ saudari dengan diberlakukannya aturan tersebut di kosan?
10.    Apakah Saudara/ saudari pernah melanggar aturan yang telah diterapkan oleh Bapak/ Ibu kos dan sanksi apa yang Saudara/ saudari terima ketika melanggar aturan tersebut?
Pertanyaan-pertnyaan tersebut diajukan untuk mengetahui beberapa informasi terkait dengan tema yang dibahas dalam makalah sederhana ini, yaitu kontruksi hukum yang dipengaruhi oleh budaya yang ada dalam sebuah komunitas masyarakat.
Masyarakat Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 mempunyai aturan untuk diterapkan dalam usaha kos-kosan yang mereka lakukan, aturan ini berkembang secara natural mengikuti tradisi yang ada dalam masyarakat tersebut. Yang dimaksud tradisi dalam konteks ini adalah segala hal yang telah dilakukan secara terus-menerus dan mengakar dalam kehidupan masyarakat tersebut. Masyarakat Sumbersari RT. 01 dan 03 RW. 01 yang mayoritas beragama Islam memiliki tradisi yang kental dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, aturan-aturan yang diterapkan beberapa kos-kosan di daerah tersebut terpengaruh dengan tradisi yang kental tersebut.
Ibu Sulikah dan Bapak Mukarram yang menjadi sebagian dari beberapa warga yang membuka usaha kos-kosan telah memberikan informasi yang kongkrit dan jelas tentang beberapa aturan yang diterlakukan di indekos yang mereka kelola. Aturan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.        Tidak boleh pulang malam melebihi pukul 22.00 bagi penghuni kos putra dan pukul 21.00 bagi penghuni kos putri.
2.        Tidak boleh membawa teman lawan jenis ke kamar kos.
3.        Tidak boleh membuat kegaduhan pada malam hari.
Sebagian aturan tersebut sangat kental dengan nilai-nilai Islam yang mengakar erat dalam tradisi warga Sumbersari. Bahkan Ibu Sulikah menjelaskan bahwa di kosannya dilarang membawa teman yang berbeda jenis ke kos walaupun di luar kamar.
Mereka juga memberikan penjelasan tentang aturan tersebut bahwa beberapa tempat kos-kosan yang ada di Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 juga menerapkan aturan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa aturan yang telah diterapkan merupakan aturan umum yang berlaku di Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 03.
Dalam riset ini juga telah digali informasi dari pihak pemakai jasa kos-kosan tersebut, sebagaimana responden yang telah di singgung diatas. Dari informasi yang telah digali dapat disimpulkan bahwa aturan-aturan tersebut memang telah berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Fazar Soleh, Mahasisiwa jurusan PBS UIN Maliki Malang, menjelaskan bahwa aturan kosan yang ada telah teraplikasikan dengan baik, karena lingkungan yang juga mendukung hal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ada kerjasama apik dari masyarakat dan pemilik kos-kosan sehingga dapat menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya. Begitupun informasi yang saya dapat dari saudari Nia Sholiha, mahasiswi jurusan Matematika UIN Maliki Malang (sebagai anak kos putri disana), menyatakan bahwa peraturan yang telah disebutkan diatas memiliki efektifitas yang baik, karena memiliki sanksi yang kongkrit, seperti ketika telat pulang malam melebihi waktu yang telah ditentukan, maka tidak diperkenankan untuk masuk dan tidur di rumah kos. Dan ia mengakui bahwasanya ia selalu berusaha pulang tepat waktu, karena takut dikenai sanksi tersebut. Oleh karena itu, hal-hal tersebut membuktikan bahwasanya aturan yang ada di kosan itu timbul dari budaya masyarakat sekitar, dalam artian masyarakat mempengaruhi terbentuknya suatu hukum, dan senantiasa dipatuhi oleh para anak kos sebagai objek peraturan tersebut.
Maka dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwasanya kebiasaan dan kebudayaan pada suatu komunitas masyarakat dapat mempengaruhi terbentuknya peraturan-peraturan yang telah disepakati oleh mereka. Hal tersebut secara tidak langsung membenarkan teori dari Friedrich Karl Von Savigny yang menyatakan bahwasanya hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
Friedrich Karl von Savigny menyatakan bahwa hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Dalam artian, hukum tidak dengan sengaja disusun oleh pembentuk hukum. Hukum ditemukan, tidak dibuat. Hukum tumbuh karena adanya proses dan proses itu tidak disadari dan organis, sehingga perundang-undangan dianggap kurang penting bila dibandingkan dengan adat kebiasaan.
Riset yang telah dilakukan pada kos-kosan di Jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01. Masyarakat Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01. Mayoritas adalah muslim, maka dengan sendirinya menimbulkan peraturan-peraturan yang berimplikasi terhadap kos-kosan yang berada disana, seperti tidak boleh pulang terlalu malam dan tidak boleh membawa masuk teman yang berbeda jenis ke kamar kos-kosan.  Maka hal tersebut membuktikan bahwa kebudayaan dan kebiasaan  masyarakat itu sungguh berpengaruh terhadap lahirnya suatu peraturan atau hukum dan sekaligus  membenarkan teori dari Friedrich Karl Von Savigny yang menyatakan bahwasanya hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.


Adi, Rianto. 2012. Sosiologi Hukum. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lukito, Ratno. 2008. Tradisi Hukum Indonesia. Yogyakarta: Teras.
Saifulloh. 2007. Refleksi Sosiologi Hukum. Bandung: Refika Aditama.
Mariana, Ratna. 2010. (online).  Politik Hukum Menurut Von Savigny, (http://filkumaniavonsavigny.blogspot.com/2010_08_01_archive.html). diakses pada tanggal 04 Juni 2015 pukul 18.30 WIB.





[1] Rianto Adi, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), h. 44
[2] Rianto Adi, Sosiologi Hukum, h. 70
[3] Ratno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Teras, 2008), h. 23
[4] Saifulloh, Refleksi Sosiologi Hukum, ( Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 38
[5] Ratna Mariana, Politik Hukum Menurut Von Savigny, (http://filkumania-vonsavigny.blogspot.com/2010_08_01_archive.html), diakses pada tanggal 04 Juni 2015 pukul 18.30 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar