KONSTRUKSI PERATURAN KOS-KOSAN DI JALAN SUMBERSARI RT. 01 DAN RT.
03 RW. 01 MALANG DALAM KAJIAN TEORI FRIEDRICH KARL VON SAVIGNY
(Hukum tumbuh dan berkembang bersama masyarakat)
PENELITIAN
Dosen
Pengampu:
Musataklima,
M.H
Oleh:
Muh. Sirojul Munir
(13220206)
JURUSAN
HUKUM BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS
SYARI’AH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI
MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2015
Kost atau indekost adalah sebuah jasa yang menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali
dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya
pembayaran per bulan). Kos-kosan merupakan tempat yang disediakan untuk
memfasilitasi wanita maupun pria, dari pelajar, mahasiswa, dan pekerja umumnya
untuk tinggal, dan dengan proses pembayaran per bulan, atau sesuai pemilik (ada
yang per beberapa bulan, per tahun).
Seiring berjalannya waktu dan berubahnya zaman, sekarang khalayak umum
di Indonesia menyebut istilah "in de kost" dengan
menyingkatnya menjadi "kost" saja. Dimana-mana, terutama di berbagai
daerah di Indonesia, sentra pendidikan tumbuh berjamuran, terutama akademi dan universitas swasta. Hal ini diikuti dengan
bertambahnya jumlah rumah-rumah atau bangunan khusus yang menawarkan jasa
"kost" bagi para pelajar/mahasiswa yang membutuhkannya. Jasa ini tidaklah gratis, yaitu dengan melibatkan
sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode, yang biasanya dihitung per
bulan atau per minggu. Hal ini berbeda dengan kontrak rumah, karena umumnya "kost" hanya menawarkan sebuah kamar untuk ditinggali. Setelah melakukan
transaksi pembayaran barulah seseorang dapat menumpang hidup di tempat yang dia
inginkan.
Sebagai tempat yang menjadi rumah sewa bagi mahasiswa pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya, maka hal tersebut membutuhkan aturan khusus. Sehingga
menimbulkan keteraturan dan ketenteraman bagi semua pihak. Pada umumnya,
peraturan yang teraplikasikan dalam kos-kosan adalah aturan yang terintervensi
dengan beberapa aturan yang telah ada dalam masyarakat dimana kos-kosan
tersebut berada. Oleh karena itu, aturan satu kosan dengan kosan yang lainnya
akan berbeda, melihat budaya masyarakat
yang berkembang di tempat kosan tersebut.
Sebagai sebuah komunitas yang hidup berdampingan, maka hukum yang
berlaku juga ikut berdampingan, dalam arti saling melengkapi dan mempengaruhi.
Karena hukum dan masyarakat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagaimana sebuah adigium mengatakan “ubi society ibi ius” dimana ada
masyarakat disitu ada hukum. Dalam tulisan ini akan dijelaskan dan diuraikan
bagaimana aturan yang berlaku dalam kos-kosan sangat dipengaruhi oleh kondisi
masyarakat dimana kosan tersebut berada. Begitu juga masyarakat yang
terpengaruh dengan adanya aturan-aturan yang teraplikasikan dalam kosan
tersebut. Jadi, terjadi timbal balik antara hukum dan masyarakat.
Berdasarakan latar
belakang di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan dijadikan
sebagai landasan dalam pembahasan penelitian ini yaitu:
1.
Bagaimana
Hubungan Timbal Balik Antara Masyarakat dan Hukum Menurut Teori Friedrich Karl
Von Savigny?
2.
Bagaimana
Hukum itu tumbuh dan berkembang bersama masyarakat dalam lingkup kos-kosan di
jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang?
1.
Untuk
mengetahui Hubungan Timbal Balik Antara Masyarakat dan Hukum Menurut Teori Friedrich
Karl Von Savigny.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana Hukum itu tumbuh dan berkembang bersama masyarakat dalam
lingkup kos-kosan di jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang.
A. Hukum
dan Interaksi Sosial
Hubungan-hubungan yang terjadi di dalam
struktur sosial, yakni hubungan antara orang dengan orang, orang dengan
kelompok masyarakat, kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat, dapat
disebut sebagai interaksi sosial. Interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila manusia mengadakan
hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh
terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan tersebut. Interaksi sosial
terjadi jika masing-masing yang berinteraksi sadar akan adanya pihak lain yang
menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang
bersangkutan.[1]
B.
Hukum dan Kebudayaan
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Apabila dilihat hubungannya
dengan hukum itu sendiri keduanya memiliki kaitan yang cukup erat, sangat
terkait dan saling melengkapi satu sama lain. Budaya merupakan kebiasaan yang
menjadi aturan dan tradisi dalam suatu masyarakat, hingga akhirnya tradisi atau
budaya tersebut diberlakukan sebagai hukum adat.
Menurut Ariojono Sujono, kebudayaan adalah
keseluruhan hasil daya budi cipta, karya dan karsa manusia yang dipergunakan
untuk memahami lingkungan, serta pengalamannya agar menjadi pedoman bagi
tingkah lakunya, sesuai dengan unsur-unsur universal didalamnya.[2]
Hukum adat tersebut esensinya merupakan suatu refleksi dari apa
yang masyarakat yakni sebagai pandangan hidup yang sesuai dengan perasaan
keadilan dan kepatutan. Melalui tradisi keaslian hukum adat dapat
dipertahankan, dimana dengan bentuknya yang semacam itu hubungan antara masa
lalu, masa kekinian, dan masa depan dari masyarakat dapat dijaga.[3] Hukum yang baik dan dapat
berlaku efektif adalah hukum yang mencerminkan nilai budaya masyarakat,
mencerminkan rasa keadilan masyarakat, tempat hukum itu berlaku.
C. Teori Friedrich Karl Von Savigny
Friedrich Karl von Savigny menyatakan bahwa hukum itu tidak dibuat
melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Dalam artian,
hukum tidak dengan sengaja disusun oleh pembentuk hukum. Hukum ditemukan, tidak
dibuat. Hukum tumbuh karena adanya proses dan proses itu tidak disadari dan
organis, sehingga perundang-undangan dianggap kurang penting bila dibandingkan
dengan adat kebiasaan.[4]
Berdasarkan inti teori Von Savigny : “semua hukum pada mulanya
dibentuk dengan cara seperti yang dikatakan orang, hukum adat, dengan bahasa
yang biasa tetapi tidak terlalu tepat, dibentuk yakni bahwa hukum itu
mulai-mula dikembangkan oleh adat kebiasaan dan kepercayaan yang umum”. Von
Savigny menekankan bahwa setiap masyarakat mengembangkan hukum kebiasaanya
sendiri, karena mempunyai bahasa, adat istiadat (termasuk kepercayaan) dan
konstitusi yang khas.
Menurutnya, hukum bukan merupakan konsep dalam masyarakat karena
hukum tumbuh secara alamiah dalam pergaulan masyarakat yang mana hukum selalu
berubah seiring perubahan sosial.
Pokok-pokok ajaran mazhab historis yang diuraikan Savigny dan
beberapa pengikutnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.
Hukum
yang ditemukan tidak dibuat. Pertumbuhan hukum pada dasarnya adalah proses yang
tidak disadari dan organis; oleh karena itu perundang-undangan adalah kurang
penting dibandingkan dengan adat kebiasaan; Maka dalam kata lain, Hukum tidak
dibuat, tetapi ia tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
b.
Karena
hukum berkembang dari hubungan-hubungan hukum yang mudah dipahami dalam
masyarakat primitif ke hukum yang lebih kompleks dalam peradaban modern
kesadaran umum tidak dapat lebih lama lagi menonjolkan dirinya secara langsung,
tetapi disajikan oleh para ahli hukum yang merumuskan prinsip-prinsip hukum
secara teknis.[5]
Penelitian ini dilakukan di Jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang.
Jenis penelitian yang
dipakai dalam penyusunan riset ini adalah penelitian lapangan (field research),
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung objek penelitian,
guna memperoleh data yang berhubungan dengan kebiasaan dan kebudayaan
masyarakat yang mempengaruhi terbentuknya peraturan kos-kosan di Jalan
Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang.
1.
Observasi
Sebagai metode
ilmiah observasi yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas
fenomena-fenomena yang diteliti. Penyusun menggunakan observasi
langsung ke daerah objek penelitian. Di sini penyusun mengamati fakta
yang ada di lapangan, khususnya yang berhubungan dengan kebiasaan dan kebudayaan masyarakat yang mempengaruhi terbentuknya
peraturan kos-kosan di Jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 Malang.
2.
Interview
Interview adalah
metode pengumpulan data atau informasi dengan cara tanya jawab sepihak,
dikerjakan secara sistemik dan berdasarkan pada tujuan penyelidikan. Untuk mendapatkan
data penyusun melakukan wawancara dengan pihak terkait yaitu Pemilik kos-kosan dan Pengguna Jasa kos-kosan (Anak
kos).
3.
Dokumentasi
Dokumentasi
adalah pengumpulan data-data dan bahan-bahan berupa dokumen. Data-data tersebut
dapat berupa foto kejadian, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan objek
penelitian.
Riset dilakukan di jalan Sumbersari RT. 01 dan RT.03 RW 01, yaitu
mengenai terkonstruksinya aturan-aturan di kos-kosan yang notabene dipengaruhi
oleh budaya masyarakat sekitar. Sebagaimana telah kami sebutkan diatas bahwa
kos-kosan menjadi tempat komunitas tersendiri yang menuntut adanya aturan main,
sehingga menimbulkan keteraturan dan
ketenteraman bagi semua pihak.
Dalam menggali informasi tersebut, saya telah mewawancarai beberapa
responden yang menjadi pelaku dalam dunia kos-kosan, yaitu:
1.
Ibu
Sulikah, umur 67 tahun, ibu rumah tangga, (pemilik kosan putri di RT. 01 RW. 01
Sumbersari).
2.
Bapak
Mukarrom, umur 48 tahun, wiraswasta, (pemilik kosan putra di RT 03. RW. 01
Sumbersari).
3.
Nia
Sholiha, umur 19 tahun, Mahasiswi UIN Maliki Malang Fakultas Sains dan
Teknologi jurusan Matematika (Anak kos putri di RT. 01 RW. 01 Sumbersari).
4.
Fajar
Sholeh, umur 22 tahun, Mahasiswa UIN Maliki Malang Fakultas Ekonomi Jurusan
Perbankan Syariah (Anak kos putra di RT. 03 RW. 01 Sumbersari).
Dari responden tersebut, informasi terkait dengan aturan yang
teraplikasikan dalam kos-kosan di Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW 01, telah
didapat dengan objektif melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan dengan
cara interview langsung kepada para reponden diatas. Adapun
pertanyaan-pertanyaannya sebagai berikut:
1.
Siapa
Nama Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari?
2.
Berapa
usia Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari?
3.
Apa
profesi Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari?
4.
Berapa
lama Bapak/ Ibu membuka kos-kosan di Sumbersari RT. 01/03?
5.
Berapa
lama Saudara/ Saudari ngekos di kos-kosan di Sumbersari RT. 01/03?
6.
Aturan
apakah yang Bapak/ Ibu terapkan di kos-kosan?
7.
Mengapa
Bapak/ Ibu menerapkan aturan tersebut?
8.
Apakah
ada sanksi kongkrit bagi yang melanggar aturan yang telah diterapkan tersebut?
9.
Bagaimana
perasaan saudara/ saudari dengan diberlakukannya aturan tersebut di kosan?
10.
Apakah
Saudara/ saudari pernah melanggar aturan yang telah diterapkan oleh Bapak/ Ibu
kos dan sanksi apa yang Saudara/ saudari terima ketika melanggar aturan
tersebut?
Pertanyaan-pertnyaan tersebut diajukan untuk mengetahui beberapa
informasi terkait dengan tema yang dibahas dalam makalah sederhana ini, yaitu
kontruksi hukum yang dipengaruhi oleh budaya yang ada dalam sebuah komunitas
masyarakat.
Masyarakat Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 mempunyai aturan
untuk diterapkan dalam usaha kos-kosan yang mereka lakukan, aturan ini
berkembang secara natural mengikuti tradisi yang ada dalam masyarakat tersebut.
Yang dimaksud tradisi dalam konteks ini adalah segala hal yang telah dilakukan
secara terus-menerus dan mengakar dalam kehidupan masyarakat tersebut. Masyarakat
Sumbersari RT. 01 dan 03 RW. 01 yang mayoritas beragama Islam memiliki tradisi
yang kental dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, aturan-aturan yang
diterapkan beberapa kos-kosan di daerah tersebut terpengaruh dengan tradisi
yang kental tersebut.
Ibu Sulikah dan Bapak Mukarram yang menjadi sebagian dari beberapa
warga yang membuka usaha kos-kosan telah memberikan informasi yang kongkrit dan
jelas tentang beberapa aturan yang diterlakukan di indekos yang mereka kelola.
Aturan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Tidak
boleh pulang malam melebihi pukul 22.00 bagi penghuni kos putra dan pukul 21.00
bagi penghuni kos putri.
2.
Tidak
boleh membawa teman lawan jenis ke kamar kos.
3.
Tidak
boleh membuat kegaduhan pada malam hari.
Sebagian aturan tersebut sangat kental dengan nilai-nilai Islam
yang mengakar erat dalam tradisi warga Sumbersari. Bahkan Ibu Sulikah
menjelaskan bahwa di kosannya dilarang membawa teman yang berbeda jenis ke kos
walaupun di luar kamar.
Mereka juga memberikan penjelasan tentang aturan tersebut bahwa
beberapa tempat kos-kosan yang ada di Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01 juga menerapkan
aturan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa aturan yang telah diterapkan
merupakan aturan umum yang berlaku di Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 03.
Dalam riset ini juga telah digali informasi dari pihak pemakai jasa
kos-kosan tersebut, sebagaimana responden yang telah di singgung diatas. Dari
informasi yang telah digali dapat disimpulkan bahwa aturan-aturan tersebut
memang telah berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Fazar Soleh,
Mahasisiwa jurusan PBS UIN Maliki Malang, menjelaskan bahwa aturan kosan yang
ada telah teraplikasikan dengan baik, karena lingkungan yang juga mendukung hal
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ada kerjasama apik dari masyarakat dan
pemilik kos-kosan sehingga dapat menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya.
Begitupun informasi yang saya dapat dari saudari Nia Sholiha, mahasiswi jurusan
Matematika UIN Maliki Malang (sebagai anak kos putri disana), menyatakan bahwa
peraturan yang telah disebutkan diatas memiliki efektifitas yang baik, karena
memiliki sanksi yang kongkrit, seperti ketika telat pulang malam melebihi waktu
yang telah ditentukan, maka tidak diperkenankan untuk masuk dan tidur di rumah
kos. Dan ia mengakui bahwasanya ia selalu berusaha pulang tepat waktu, karena
takut dikenai sanksi tersebut. Oleh karena itu, hal-hal tersebut membuktikan
bahwasanya aturan yang ada di kosan itu timbul dari budaya masyarakat sekitar,
dalam artian masyarakat mempengaruhi terbentuknya suatu hukum, dan senantiasa
dipatuhi oleh para anak kos sebagai objek peraturan tersebut.
Maka dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwasanya kebiasaan
dan kebudayaan pada suatu komunitas masyarakat dapat mempengaruhi terbentuknya
peraturan-peraturan yang telah disepakati oleh mereka. Hal tersebut secara
tidak langsung membenarkan teori dari Friedrich Karl Von Savigny yang
menyatakan bahwasanya hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang
bersama masyarakat.
Friedrich Karl von Savigny menyatakan bahwa hukum itu tidak dibuat
melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Dalam artian,
hukum tidak dengan sengaja disusun oleh pembentuk hukum. Hukum ditemukan, tidak
dibuat. Hukum tumbuh karena adanya proses dan proses itu tidak disadari dan
organis, sehingga perundang-undangan dianggap kurang penting bila dibandingkan
dengan adat kebiasaan.
Riset
yang telah dilakukan pada kos-kosan di Jalan Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW.
01. Masyarakat Sumbersari RT. 01 dan RT. 03 RW. 01. Mayoritas adalah muslim,
maka dengan sendirinya menimbulkan peraturan-peraturan yang berimplikasi
terhadap kos-kosan yang berada disana, seperti tidak boleh pulang terlalu malam
dan tidak boleh membawa masuk teman yang berbeda jenis ke kamar kos-kosan. Maka hal tersebut membuktikan bahwa
kebudayaan dan kebiasaan masyarakat itu
sungguh berpengaruh terhadap lahirnya suatu peraturan atau hukum dan
sekaligus membenarkan teori dari Friedrich Karl Von
Savigny yang menyatakan bahwasanya hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan
berkembang bersama masyarakat.
Lukito, Ratno. 2008. Tradisi Hukum Indonesia.
Yogyakarta: Teras.
Saifulloh. 2007. Refleksi Sosiologi Hukum.
Bandung: Refika Aditama.
Mariana,
Ratna. 2010. (online). Politik Hukum
Menurut Von Savigny, (http://filkumaniavonsavigny.blogspot.com/2010_08_01_archive.html).
diakses pada tanggal 04 Juni 2015 pukul 18.30 WIB.
[1] Rianto Adi, Sosiologi
Hukum, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), h. 44
[2] Rianto Adi, Sosiologi
Hukum, h. 70
[3] Ratno Lukito, Tradisi
Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Teras, 2008), h. 23
[4] Saifulloh, Refleksi
Sosiologi Hukum, ( Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 38
[5] Ratna Mariana, Politik
Hukum Menurut Von Savigny, (http://filkumania-vonsavigny.blogspot.com/2010_08_01_archive.html),
diakses pada tanggal 04 Juni 2015 pukul 18.30 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar