IMPLEMENTASI KONSEP WAKALAH DALAM WALI AMANAT
DI DUNIA PASAR MODAL
PAPER
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Hukum Pasar
Modal
Semester IV tahun ajaran 2014-2015
Dosen
Pengampu:
Risma
Nur Arifah S.HI, M.H.
Oleh:
Muh. Sirojul Munir : 13220206
JURUSAN
HUKUM BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS
SYARI’AH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI
MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2015
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Dalam
kegiatan bisnis di pasar modal, salah satu pihak yang berperan penting dalam
kegiatan penerbitan efek bersifat utang disamping Emiten sendiri, adalah Wali
Amanat. Sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang
baik di dalam maupun di luar pengadilan, peran Wali Amanat ini sudah mulai
berjalan sebelum efek bersifat utang diterbitkan, terutama dalam perundingan
dengan pihak-pihak terkait untuk menyusun suatu kontrak perwaliamanatan.
Kontrak perwaliamanatan inilah yang menjadi dasar utama dalam mengatur syarat
dan kondisi penerbitan efek bersifat utang, termasuk hak dan kewajiban para
pihak yang terlibat.
Selanjutnya,
Wali Amanat berkewajiban memonitor kondisi Emiten dan memastikan kepatuhan
Emiten terhadap ketentuan dalam kontrak perwaliamanatan yang telah dibuat,
selama umur efek bersifat utang. Apabila terjadi pelanggaran dalam pemenuhan
kewajiban maupun covenants yang ada, maka Wali Amanat harus melakukan tindakan
tindakan yang diperlukan, seperti meminta Emiten melakukan langkah-langkah
untuk memperbaiki pelanggaran tersebut, ataupun memanggil rapat umum pemegang
efek bersifat utang untuk menentukan langkah yang akan diambil. Bila dipandang
perlu, Wali Amanat akan bertindak mewakili pemegang efek bersifat utang untuk
melakukan tindakan di pengadilan dalam rangka memperjuangkan hak-hak pemegang
efek bersifat utang. Selain tugas-tugas di atas, Wali Amanat pada umumnya juga
berperan sebagai agen pembayaran atas kupon bunga dan utang pokok Emiten.
Dari peran
dan tugasnya sebagai wakil yang mewakili pemodal dalam memantau Emiten terhadap
pelaksanaan hak-hak pemegang efek bersifat utang, terdapat kesamaan dengan
konsep Wakalah dalam kajian Syariah. Maka dalam tulisan ini, penulis bermaksud
untuk menganalisa persamaan dan perbedaan seorang wali amanat dengan seorang
wakil dalam konsep Wakalah.
2.
Rumusan
Masalah
a.
Apa
pengertian Wali amanat, Peraturan yang mengatur, serta kewajiban dan
larangannya?
b.
Apa
pengertian Wakalah, Dasar Hukum, Hak dan Kewajiban, serta tujuan dari Wakalah
tersebut?
c.
Bagaimana
Persamaan dan Perbedaan Wali Amanat dengan wakil dalam konsep Wakalah?
3.
Tujuan
Penulisan
a.
Untuk
mengetahui pengertian Wali amanat, Peraturan yang mengatur, serta kewajiban dan
larangannya.
b.
Untuk
mengetahui Apa pengertian Wakalah, Dasar Hukum, Hak dan Kewajiban, serta tujuan
Wakalah.
c.
Untuk
mengetahui Persamaan dan Perbedaan Wali Amanat dengan wakil dalam konsep
Wakalah.
B.
KAJIAN TEORI
1.
Wali
Amanat
a.
Pengertian
Wali Amanat
Wali amanat (trust agent) adalah
lembaga yang dipercaya untuk mewakili kepentingan seluruh pemegang obligasi
atau sekuritas kredit. Peranan Wali Amanat diperlukan dalam emisi obligasi.
Selain peranan tersebut, Wali Amanat juga berperan sebagai pemimpin dalam Rapat
Umum Pemegang Obligasi (RUPO).[1]
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1
butir 30 Undang-undang Pasar Modal (UUPM), Wali Amanat adalah pihak yang
mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang, sedangkan pihak
diartikan sebagai orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau
kelompok yang terorganisasi.[2]
b.
Peraturan
yang mengatur tentang Wali Amanat
Wali Amanat merupakan salah satu
lembaga penunjang pasar modal yang diperlukan pada saat emiten melakukan
penawaran obligasi pasar modal. Peraturan yang mengatur mengenai Wali Amanat
ini dapat ditemukan dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagai berikut:
1)
Undang-undang
no. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) pasal 50-54.
2)
Peraturan
Pemerintah no. 45 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar
modal, khususnya yang diatur dalam pasal 53-55.
3)
Peraturan
BAPEPAM No. VI.C.2 tentang pendaftaran Bank Umum sebagai Wali Amanat.
4)
Peraturan
BAPEPAM No. X.I.1 tentang laporan wali amanat.
5)
Peraturan
BAPEPAM No. X.I.2 tentang pemeliharaan dokumen oleh Wali Amanat.[3]
c.
Kewajiban
dan larangan Wali Amanat
Kewajiban
Wali Amanat antara lain:[4]
1)
Wali
amanat wajib bersikap netral dan independen serta tidak memihak kepada emiten.
2)
Wali
amanat wajib membuat kontrak perwaliamanatan dengan Emiten.
3)
Wali
Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang Efek bersifat utang atau
sukuk atas kerugian karena kelalaiannya dalam pelaksanaan tugasnya.
4)
Wali
Amanaat wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada BAPEPAM.
5)
Wali
Amanat wajib mengadministrasikan, menyimpan, dan memelihara catatan, pembukuan,
dan keterangan tertulis yang berhubungan dengan Emiten yang menggunakan jasa Wali
Amanat.
Sedangkan larangan bagi Wali Amanat antara lain:[5]
1) Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten
kecuali hubungan afiliasi tersebut terjadi karena kepemilikan atau penyertaan
modal pemerintah.
2) Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan kredit dengan emiten dalam
jumlah sesuai dengan ketentuan BAPEPAM yang dapat mengakibatkan benturan
kepentingan antara wali amanat sebagai kreditor dan wakil pemegang efek
bersifat utang.
3) Wali amanat dilarang merangkap sebagai penaggung dalam emisi efek
bersifat utang yang sama.[6]
2.
Wakalah
a.
Pengertian
Wakalah
Wakalah secara etimologi yang berarti al-hifdh pemeliharaan, al-Tafwidh
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Sedangkan secara terminologi wakalah
adalah pemberi kewenangan/ kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus
dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi pengganti pemberi
kuasa selama batas waktu yang ditentukan.[7]
Para ulama memberikan definisi wakalah yang beragam,
diantaranya yaitu: Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wakalah adalah,
seseorang menempati diri orang lain dalam tasharruf (pengelolaan).
Sedangkan Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah bahwa wakalah adalah
seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain untuk dikerjakan ketika
hidupnya.[8]
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakil) itu
dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun karena
satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu
untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakil) itu
adalah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang
gila, atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh
wakalah seperti seorang terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.[9]
Adapun Rukun wakalah
dalam KHES pasal 452 ialah:
1)
Wakil (orang yang mewakili)
2)
Muwakkil (orang yang mewakilkan)
3)
Muakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
4)
Shighat (lafadz ijab dan qabul)
b.
Dasar
Hukum Wakalah
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia
membutuhkannya. Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara
pribadi dan membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak sebagai
wakilnya. Dan Ijma para ulama telah sepakat telah membolehkan wakalah,
karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong-menolong atas dasar kebaika dan
takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan Rasul-Nya. Firman Allah QS.
Al-Maidah ayat 2 :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا
تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَاب
“Dan tolong-menolong lah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa dan
janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih.
Dalam Hadis dari
Sulaiman bin Yasar, bahwa wakalah bukan hanya diperintahkan diperintahkan oleh
Nabi tetapi Nabi sendiri pernah melakukannya. Bahwa Nabi pernah mewakilkan
kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah.(HR.
Malik) dan Rasulullah juga pernah mewakilkan dalam membayar utang, mewakili
dalam mengurus untanya.(HR. Bukhari dan Abu Hurairah).[10] Adanya wakalah juga terdapa dalam KHES Pasal 20 angka 19 dan KUHPerdata pasal 1792.
c.
Hak
dan Kewajiban Wakil dan Muwakkil dalam Wakalah
1)
Hak wakil, Jika penerima
kuasa menyalahi akad, maka pemberi kuasa berhak menolak atau menerima perbuatan
tersebut.
2)
Kewajiban wakil, Pemberi kuasa
berkewajiban menyatakan jenis barang yang harus dibeli.
3)
Hak muwakil, Penerima kuasa berhak
menolak untuk menjadi penerima kuasa.
4)
Kewajiban muwakil, Wajib bertanggung jawab
atas pembiayaan yang macet yang terjadi karena kelalaiannya.
d.
Tujuan
Wakalah
Pada
hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh
karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang
yang mewakili) yang telah bekerja sama/ kontrak, wajib bagi keduanya untuk
menjalankan hak dan kewajibannya, saling percaya, dan menghilangkan sifat
curiga dan beburuk sangka. Dan sisi lainnya wakalah terdapat pembagian
tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan
pekerjaannya dengan dirinya sendiri. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka
muncullah sikap saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang yang
sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dalam
pekerjaanya, dan si wakil tidak kehilangan pekerjaanya.[11]
C. ANALISIS
Sebagaimana
telah dijelaskan diatas, bahwasanya wali amanat bertugas untuk mewakili pemodal
dalam memantau emiten dan sebagainya. Apabila kita teliti, didalamnya terdapat
unsur perwakilan yang berasal dari kepercayaan si pemodal kepada wali amanat.
Pada hakikatnya sebenarnya pemodal bisa langsung menanamkan modalnya kepada
salah satu emiten yang menawarkan efeknya. Namun, dikarenakan pemodal biasanya
kurang kompeten dalam menilai emiten yang baik untuk ditanamkan modalnya serta
menghasilkan laba yang banyak. Oleh karena itu, pemodal mewakilkannya kepada
wali amanat yang dinilai lebih tahu terhadap keadaan emiten-emiten yang
menawarkan efek-efeknya.
Disamping
itu, dari segi rukun atau pihak yang berperan, antara wali amanat dan wakalah
memiliki persamaan, yaitu:
1. Wakil (orang yang mewakili),
bisa dihubungkan dengan wali amanat yangmana mewakili urusan-urusan dari
pemodal atau yang menghubungkannya dengan emiten.
2. Muwakkil (orang yang
mewakilkan), bisa dihubungkan dengan pemodal yang mewakilkan urusannya kepada
wali amanat.
3. Muakkal fih (sesuatu yang
diwakilkan), bisa dihubungkan dengan transaksi penanaman modal yang akan
dilakukan pemodal.
4. Shighat (lafadz ijab dan
qabul), bisa dihubugkan dengan proses kesepakatan kontrak perwakilan antara
wali amanat dengan pemodal.
Meskipun jika dilihat
dari faktor-faktor diatas antara wali amanat dan wakalah memiliki kesamaan,
namun disisi lain diantara keduanya memiliki perbedaan, diantaranya:
1. Dalam wakalah, anatara hubungan wakil dan muwakkil itu tidak ada larangan
ada hubungan afiliasi diantara keduanya. Sedangkan wali amanat tidak boleh ada
hubungan dengan pemodal ataupun emiten, karena dikhawatirkan ada salah satu
pihak yang merasa dirugikan, maka wali amanat disyaratkan untuk bersikap
netral.
2. Dalam wakalah, akadnya didasarkan pada asas tabarru’, meskipun dalam
perkembangannya ada wakalah yang mengambil keuntungan yang biasa didengar
dengan istilah wakalah bil ujroh. Sedangakan wali amanat berdasarkan
asas profit oriented.
3. Dalam wakalah ketika ada suatu kerugian, maka itu resiko dari si muwakkil
karena wakalah didasarkan pada prinsip kepercayaan. Kecuali si wakil keluar
dari prosedur yang telah diwakilkan oleh si muwakkil. Sedangkan ketika wali
amanat melakukan kelalaian dan mengalami kerugian, maka wali amanat lah yang
harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
4. Dalam wakalah, objek yang diwakilkannya itu harus bersifat halal atau mubah
dalam pandangan syariah. Sedangkan objek perwakilan pasar modal yang dilakukan
oleh pemodal kepada wali amanat itu cukup diakatakan halal dalam pandangan
konvensional.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Wali amanat (trust
agent) adalah lembaga yang dipercaya untuk mewakili kepentingan seluruh
pemegang obligasi atau sekuritas kredit. Atau
dalam bahasa lain, pihak yang mewakili
kepentingan pemegang efek yang bersifat utang. Peraturan
yang mengatur mengenai Wali Amanat ini dapat ditemukan dalam berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-undang no. 8 tentang Pasar Modal
(UUPM), peraturan pemerintah dan peraturan BAPEPAM. Kewajiban Wali Amanat yaitu
bersifat netral, membuat kontrak, memberikan ganti rugi karena kelalaian,
menyampaikan laporan kegitan dan mengadministrasikan dokumen. Sedangakan
larangan wali amanat antara lain mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten,
mempunyai hubungan kredit dengan emiten dan merangkap sebagai penanggung emisi efek.
Wakalah adalah
pemberi kewenangan/ kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus dilakukannya
dan ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi pengganti pemberi kuasa selama
batas waktu yang ditentukan. Dasar hukum wakalah terdapat dalam Firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2. Wakil dan muwakkil harus saling
menghormati dan melaksanakan hak dan kewajiban dari masing-masing. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap saling
tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang yang sedang menganggur.
Dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dalam pekerjaanya, dan si wakil
tidak kehilangan pekerjaanya.
Diantara wali
amanat dan wakalah, terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaanya terletak pada
sistem transaksinya yaitu bersifat perwakilan. Selain itu pihak-pihak yang
terkandung diantara keduanya pun memiliki persamaan. Sedangkan perbedaannya
terletak pada hubungan afiliasi antara wakil dan yang mewakilkan, asas yang
mendasarinya, serta di dalam objek perwakilannya.
E. DAFTAR PUSTAKA
Ghazaly, Abdul
Rahman, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta:
Kencana Prenada Media.
Lathif,
Azharuddin. 2005. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Rais, Isnawati
dan Hasanudin. 2011. Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Untung, Budi.
2011. Hukum Bisnis Pasar Modal. Yogyakarta: ANDI.
Widjaja,
Gunawan dan Jono. 2006. Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab
Wali Amanat dalam Pasar Modal. Jakarta: Kencana.
http://www.ojk.go.id/lembaga-penunjang,
diakses pada tanggal 16 Juni 2015 pukul 20.34 WIB.
[1] Budi Untung, Hukum
Bisnis Pasar Modal, (Yogyakarta: ANDI, 2011), h. 83
[2] Gunawan
Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali
Amanat dalam Pasar Modal, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 75
[3]
Gunawan Widjaja
dan Jono, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat
dalam Pasar Modal, h. 77
[4]
Gunawan Widjaja
dan Jono, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat
dalam Pasar Modal, h. 83-85.
[5]
Gunawan Widjaja
dan Jono, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat
dalam Pasar Modal, h.88-89.
[6] http://www.ojk.go.id/lembaga-penunjang,
diakses pada tanggal 16 Juni 2015 pukul 20.34 WIB.
[7] Azharuddin
Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 171
[8]
Isnawati Rais
dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011), h. 179
[9]
Abdul Rahman
Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
Kencana Prenada Media, 2010), h. 187
[10] Abdul Rahman
Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, h. 188
[11]
Abdul Rahman
Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, h. 191
Tidak ada komentar:
Posting Komentar