Sabtu, 20 Juni 2015

Tugas Mata Kuliah Pasar Modal



IMPLEMENTASI KONSEP WAKALAH DALAM WALI AMANAT
DI DUNIA PASAR MODAL


PAPER

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Hukum Pasar Modal
Semester IV tahun ajaran 2014-2015

Dosen Pengampu:

Risma Nur Arifah S.HI, M.H.

Oleh:
                Muh. Sirojul Munir : 13220206

 









JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015






A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dalam kegiatan bisnis di pasar modal, salah satu pihak yang berperan penting dalam kegiatan penerbitan efek bersifat utang disamping Emiten sendiri, adalah Wali Amanat. Sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang baik di dalam maupun di luar pengadilan, peran Wali Amanat ini sudah mulai berjalan sebelum efek bersifat utang diterbitkan, terutama dalam perundingan dengan pihak-pihak terkait untuk menyusun suatu kontrak perwaliamanatan. Kontrak perwaliamanatan inilah yang menjadi dasar utama dalam mengatur syarat dan kondisi penerbitan efek bersifat utang, termasuk hak dan kewajiban para pihak yang terlibat.
Selanjutnya, Wali Amanat berkewajiban memonitor kondisi Emiten dan memastikan kepatuhan Emiten terhadap ketentuan dalam kontrak perwaliamanatan yang telah dibuat, selama umur efek bersifat utang. Apabila terjadi pelanggaran dalam pemenuhan kewajiban maupun covenants yang ada, maka Wali Amanat harus melakukan tindakan tindakan yang diperlukan, seperti meminta Emiten melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki pelanggaran tersebut, ataupun memanggil rapat umum pemegang efek bersifat utang untuk menentukan langkah yang akan diambil. Bila dipandang perlu, Wali Amanat akan bertindak mewakili pemegang efek bersifat utang untuk melakukan tindakan di pengadilan dalam rangka memperjuangkan hak-hak pemegang efek bersifat utang. Selain tugas-tugas di atas, Wali Amanat pada umumnya juga berperan sebagai agen pembayaran atas kupon bunga dan utang pokok Emiten.
Dari peran dan tugasnya sebagai wakil yang mewakili pemodal dalam memantau Emiten terhadap pelaksanaan hak-hak pemegang efek bersifat utang, terdapat kesamaan dengan konsep Wakalah dalam kajian Syariah. Maka dalam tulisan ini, penulis bermaksud untuk menganalisa persamaan dan perbedaan seorang wali amanat dengan seorang wakil dalam konsep Wakalah.
2.      Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian Wali amanat, Peraturan yang mengatur, serta kewajiban dan larangannya?
b.      Apa pengertian Wakalah, Dasar Hukum, Hak dan Kewajiban, serta tujuan dari Wakalah tersebut?
c.       Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Wali Amanat dengan wakil dalam konsep Wakalah?
3.      Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui pengertian Wali amanat, Peraturan yang mengatur, serta kewajiban dan larangannya.
b.      Untuk mengetahui Apa pengertian Wakalah, Dasar Hukum, Hak dan Kewajiban, serta tujuan Wakalah.
c.       Untuk mengetahui Persamaan dan Perbedaan Wali Amanat dengan wakil dalam konsep Wakalah.


B.     KAJIAN TEORI
1.      Wali Amanat
a.       Pengertian Wali Amanat
Wali amanat (trust agent) adalah lembaga yang dipercaya untuk mewakili kepentingan seluruh pemegang obligasi atau sekuritas kredit. Peranan Wali Amanat diperlukan dalam emisi obligasi. Selain peranan tersebut, Wali Amanat juga berperan sebagai pemimpin dalam Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO).[1]
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 30 Undang-undang Pasar Modal (UUPM), Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang, sedangkan pihak diartikan sebagai orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.[2]
b.      Peraturan yang mengatur tentang Wali Amanat
Wali Amanat merupakan salah satu lembaga penunjang pasar modal yang diperlukan pada saat emiten melakukan penawaran obligasi pasar modal. Peraturan yang mengatur mengenai Wali Amanat ini dapat ditemukan dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1)      Undang-undang no. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) pasal 50-54.
2)      Peraturan Pemerintah no. 45 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal, khususnya yang diatur dalam pasal 53-55.
3)      Peraturan BAPEPAM No. VI.C.2 tentang pendaftaran Bank Umum sebagai Wali Amanat.
4)      Peraturan BAPEPAM No. X.I.1 tentang laporan wali amanat.
5)      Peraturan BAPEPAM No. X.I.2 tentang pemeliharaan dokumen oleh Wali Amanat.[3]
c.       Kewajiban dan larangan Wali Amanat
Kewajiban Wali Amanat antara lain:[4]
1)      Wali amanat wajib bersikap netral dan independen serta tidak memihak kepada emiten.
2)      Wali amanat wajib membuat kontrak perwaliamanatan dengan Emiten.
3)     Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang Efek bersifat utang atau sukuk atas kerugian karena kelalaiannya dalam pelaksanaan tugasnya.
4)     Wali Amanaat wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada BAPEPAM.
5)     Wali Amanat wajib mengadministrasikan, menyimpan, dan memelihara catatan, pembukuan, dan keterangan tertulis yang berhubungan dengan Emiten yang menggunakan jasa Wali Amanat.
Sedangkan larangan bagi Wali Amanat antara lain:[5]
1)   Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten kecuali hubungan afiliasi tersebut terjadi karena kepemilikan atau penyertaan modal pemerintah.
2)   Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan kredit dengan emiten dalam jumlah sesuai dengan ketentuan BAPEPAM yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan antara wali amanat sebagai kreditor dan wakil pemegang efek bersifat utang.
3)   Wali amanat dilarang merangkap sebagai penaggung dalam emisi efek bersifat utang yang sama.[6]

2.      Wakalah
a.       Pengertian Wakalah
Wakalah secara etimologi yang berarti al-hifdh pemeliharaan, al-Tafwidh penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Sedangkan secara terminologi wakalah adalah pemberi kewenangan/ kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan.[7]
Para ulama memberikan definisi wakalah yang beragam, diantaranya yaitu: Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wakalah adalah, seseorang menempati diri orang lain dalam tasharruf (pengelolaan). Sedangkan Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah bahwa wakalah adalah seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya.[8]
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakil) itu adalah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila, atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh wakalah seperti seorang terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.[9]
Adapun Rukun wakalah dalam KHES pasal 452 ialah:
1)      Wakil (orang yang mewakili)
2)      Muwakkil (orang yang mewakilkan)
3)      Muakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
4)      Shighat (lafadz ijab dan qabul)
b.      Dasar Hukum Wakalah
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi dan membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak sebagai wakilnya. Dan Ijma para ulama telah sepakat telah membolehkan wakalah, karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong-menolong atas dasar kebaika dan takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan Rasul-Nya. Firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2 :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب
“Dan tolong-menolong lah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih.
Dalam Hadis dari Sulaiman bin Yasar, bahwa wakalah bukan hanya diperintahkan diperintahkan oleh Nabi tetapi Nabi sendiri pernah melakukannya. Bahwa Nabi pernah mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah.(HR. Malik) dan Rasulullah juga pernah mewakilkan dalam membayar utang, mewakili dalam mengurus untanya.(HR. Bukhari dan Abu Hurairah).[10] Adanya wakalah juga terdapa dalam KHES Pasal 20 angka 19 dan KUHPerdata pasal 1792.
c.       Hak dan Kewajiban Wakil dan Muwakkil dalam Wakalah
1)      Hak wakil, Jika penerima kuasa menyalahi akad, maka pemberi kuasa berhak menolak atau menerima perbuatan tersebut.
2)      Kewajiban wakil, Pemberi kuasa berkewajiban menyatakan jenis barang yang harus dibeli.
3)      Hak muwakil, Penerima kuasa berhak menolak untuk menjadi penerima kuasa.
4)      Kewajiban muwakil, Wajib bertanggung jawab atas pembiayaan yang macet yang terjadi karena kelalaiannya.
d.      Tujuan Wakalah
Pada hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) yang telah bekerja sama/ kontrak, wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya, saling percaya, dan menghilangkan sifat curiga dan beburuk sangka. Dan sisi lainnya wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya dengan dirinya sendiri. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang yang sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dalam pekerjaanya, dan si wakil tidak kehilangan pekerjaanya.[11]

C.    ANALISIS
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwasanya wali amanat bertugas untuk mewakili pemodal dalam memantau emiten dan sebagainya. Apabila kita teliti, didalamnya terdapat unsur perwakilan yang berasal dari kepercayaan si pemodal kepada wali amanat. Pada hakikatnya sebenarnya pemodal bisa langsung menanamkan modalnya kepada salah satu emiten yang menawarkan efeknya. Namun, dikarenakan pemodal biasanya kurang kompeten dalam menilai emiten yang baik untuk ditanamkan modalnya serta menghasilkan laba yang banyak. Oleh karena itu, pemodal mewakilkannya kepada wali amanat yang dinilai lebih tahu terhadap keadaan emiten-emiten yang menawarkan efek-efeknya.
Disamping itu, dari segi rukun atau pihak yang berperan, antara wali amanat dan wakalah memiliki persamaan, yaitu:
1.      Wakil (orang yang mewakili), bisa dihubungkan dengan wali amanat yangmana mewakili urusan-urusan dari pemodal atau yang menghubungkannya dengan emiten.
2.      Muwakkil (orang yang mewakilkan), bisa dihubungkan dengan pemodal yang mewakilkan urusannya kepada wali amanat.
3.      Muakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), bisa dihubungkan dengan transaksi penanaman modal yang akan dilakukan pemodal.
4.      Shighat (lafadz ijab dan qabul), bisa dihubugkan dengan proses kesepakatan kontrak perwakilan antara wali amanat dengan pemodal.
Meskipun jika dilihat dari faktor-faktor diatas antara wali amanat dan wakalah memiliki kesamaan, namun disisi lain diantara keduanya memiliki perbedaan, diantaranya:
1.      Dalam wakalah, anatara hubungan wakil dan muwakkil itu tidak ada larangan ada hubungan afiliasi diantara keduanya. Sedangkan wali amanat tidak boleh ada hubungan dengan pemodal ataupun emiten, karena dikhawatirkan ada salah satu pihak yang merasa dirugikan, maka wali amanat disyaratkan untuk bersikap netral.
2.      Dalam wakalah, akadnya didasarkan pada asas tabarru’, meskipun dalam perkembangannya ada wakalah yang mengambil keuntungan yang biasa didengar dengan istilah wakalah bil ujroh. Sedangakan wali amanat berdasarkan asas profit oriented.
3.      Dalam wakalah ketika ada suatu kerugian, maka itu resiko dari si muwakkil karena wakalah didasarkan pada prinsip kepercayaan. Kecuali si wakil keluar dari prosedur yang telah diwakilkan oleh si muwakkil. Sedangkan ketika wali amanat melakukan kelalaian dan mengalami kerugian, maka wali amanat lah yang harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
4.      Dalam wakalah, objek yang diwakilkannya itu harus bersifat halal atau mubah dalam pandangan syariah. Sedangkan objek perwakilan pasar modal yang dilakukan oleh pemodal kepada wali amanat itu cukup diakatakan halal dalam pandangan konvensional.


D.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Wali amanat (trust agent) adalah lembaga yang dipercaya untuk mewakili kepentingan seluruh pemegang obligasi atau sekuritas kredit. Atau dalam bahasa lain, pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang. Peraturan yang mengatur mengenai Wali Amanat ini dapat ditemukan dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-undang no. 8 tentang Pasar Modal (UUPM), peraturan pemerintah dan peraturan BAPEPAM. Kewajiban Wali Amanat yaitu bersifat netral, membuat kontrak, memberikan ganti rugi karena kelalaian, menyampaikan laporan kegitan dan mengadministrasikan dokumen. Sedangakan larangan wali amanat antara lain mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten, mempunyai hubungan kredit dengan emiten dan merangkap sebagai penanggung emisi efek.
Wakalah adalah pemberi kewenangan/ kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan. Dasar hukum wakalah terdapat dalam Firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2. Wakil dan muwakkil harus saling menghormati dan melaksanakan hak dan kewajiban dari masing-masing. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang yang sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dalam pekerjaanya, dan si wakil tidak kehilangan pekerjaanya.
Diantara wali amanat dan wakalah, terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaanya terletak pada sistem transaksinya yaitu bersifat perwakilan. Selain itu pihak-pihak yang terkandung diantara keduanya pun memiliki persamaan. Sedangkan perbedaannya terletak pada hubungan afiliasi antara wakil dan yang mewakilkan, asas yang mendasarinya, serta di dalam objek perwakilannya.



E.     DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly, Abdul Rahman, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Lathif, Azharuddin. 2005. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Rais, Isnawati dan Hasanudin. 2011. Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Untung, Budi. 2011. Hukum Bisnis Pasar Modal. Yogyakarta: ANDI.
Widjaja, Gunawan dan Jono. 2006. Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal. Jakarta: Kencana.
http://www.ojk.go.id/lembaga-penunjang, diakses pada tanggal 16 Juni 2015 pukul 20.34 WIB.



[1] Budi Untung, Hukum Bisnis Pasar Modal, (Yogyakarta: ANDI, 2011), h. 83
[2] Gunawan Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 75
[3] Gunawan Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal, h. 77
[4] Gunawan Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal, h. 83-85.
[5] Gunawan Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal, h.88-89.
[6] http://www.ojk.go.id/lembaga-penunjang, diakses pada tanggal 16 Juni 2015 pukul 20.34 WIB.
[7] Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 171
[8] Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011), h. 179
[9] Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), h. 187
[10] Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, h. 188
[11] Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, h. 191

Tidak ada komentar:

Posting Komentar